6. Peraturan dan Regulasi
A. UU no.18 tentang hak cipta
Perlindungan hak cipta
pada UU No. 19 pasal 1 yang menjelaskan
bahwa:
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima
hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi dan sifat hak cipta terdapat pada pasal 2 UU no.19
tahun 2002 yang berisi:
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul
secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya
sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut unt
uk kepentingan yang bersifat komersial.
B. Ketentuan umum, lingkup hak
cipta, perlindungan hak cipta, Pembatasan hak cipta, prosedur pendaftaran HAKI
Ketentuan umum
Hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak
cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan
tidak sah atas suatu ciptaan. Hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang
terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta
atau “ciptaan”.
Lingkup hak cipta
Lingkup Hak Cipta Diatur Di Dalam Bab 2 Mengenai Lingkup Hak
Cipta pasal 2-28 :
a. Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang
dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
b. Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan
atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya
Perlindungan hak
cipta
Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan
atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari
pemilik hak tersebut. Kemudian yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini
adalah mengumumkan memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.
Pasal 12 ayat 1 :
(1) Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah
ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai
Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah
merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil
karya itu.”
Pasal 1 ayat 8, Yaitu :
Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan
dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan
dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer
bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang
khusus, termasuk penyiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
Pasal 2 ayat 2, Yaitu :
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya
sinematografi dan program komputer (software) memberikan izin atau melarng
orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial.
Pembatasan hak cipta
Pembatasan mengenai hak cipta
diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian ciptaan tidak
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau
dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang
bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam
lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan,
dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang didasarkan pada
keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan”. Termasuk
dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau
pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis,
penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara
lengkap.
Prosedur pendaftaran
HAKI
Sesuai yang diatur pada bab IV
Undang-undang Hak Cipta pasal 35 bahwa pendaftaran hak cipta diselenggarakan
oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) yang kini
berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik
hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HAKI.
Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2).
Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor
maupun situs web Ditjen HAKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat
ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI dan dapat dilihat oleh
setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran HAKI diatur
dalam bab 4, pasal 35-44.
C. UU no.36 tentang telekomunikasi
Dibuat nya Undang Undang No 36 tentang telekomunikasi
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan salah satunya adalah Bahwa penyelenggara
komunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya
tujuan pemerataan pembangunan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar
bangsa
Azas dan tujuan
telekomunikasi
Pasal 2 Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3 Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung
kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa.
Penyelenggaraan
telekonunikasi
Perubahan lingkungan global dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong
terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru,
dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil
konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu
mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional
sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta
dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penquasaan teknologi telekomunikasi, dan
keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan
teknologi telekomuni
kasi di tingkat internasional yang diikuti dengan
peningkatan penggunaannya sebagai salah satu komoditas perdagangan, yang
memiliki nilai komersial tinggi, telah mendorong terjadinya berbagai
kesepakatan multilateral. Sebagai negara yang aktif dalam membina hubungan
antarnegara atas dasar kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia dalam
berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus
dihadapi dan diikuti. Sejak penandatanganan General Agreement on Trade and
Services (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15 April 1994, yang telah
diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, penyelenggaraan telekomunikasi
nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global.
Sesuai
dengan prinsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan
bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan
penyelenggaraan telekomunikasi.
Penyidikan
Pasal 44
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
- melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
- melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomuniksi.
- menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
- memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
- melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
- menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
- menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomuniksi yang digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
- meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
- mengadakan penghentian penyidikan.
(3)Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sangsi administrasi
Pasal 45 Barang siapa melanggar ketentuan-ketentuan Pasal 16
ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat
(1), Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat
(2),Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46 (1)Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 berupa pencabutan izin. (2)Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
Ketentuan pidana
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48 Penyelenggara jaringan
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49 Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50 Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51 Penyelenggara
telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2) , dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah).
Pasal 52 Barang siapa
memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan, atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53 (1)Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33
ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2)Apabila
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54 Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36
ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55 Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56 Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57 Penyelenggara jasa
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58 Alat dan perangkat
telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau
dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 59
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 51,
Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah
kejahatan.
D.
RUU tentang informasi dan transaksi elektronik(ITE) peraturan lain yang
terkait(peraturan bank indonesia tentang internet banking)
RUU tentang informasi dan
transaksi elektronik (ITE) peraturan lain yg terkait (peraturan bank indonesia
ttg internet banking )
Internet banking bukan merupakan
istilah yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi yang tinggal
di wilayah perkotaan. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya perbankan
nasional yang menyelenggarakan layanan tersebut.
Penyelenggaraan internet banking
yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi, dalam
kenyataannya pada satu sisi membuat jalannya transaksi perbankan menjadi lebih
mudah, akan tetapi di sisi lain membuatnya semakin berisiko. Dengan kenyataan
seperti ini, keamanan menjadi faktor yang paling perlu diperhatikan. Bahkan
mungkin faktor keamanan ini dapat menjadi salah satu fitur unggulan yang dapat
ditonjolkan oleh pihak bank.
Salah satu risiko yang terkait
dengan penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah internet fraud atau
penipuan melalui internet. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau
nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang
memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang
memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah.
Oleh karena itu perbankan perlu
meningkatkan keamanan internet banking antara lain melalui standarisasi
pembuatan aplikasi internet banking, adanya panduan bila terjadi fraud dalam
internet banking dan pemberian informasi yang jelas kepada user.
Peranan Bank Indonesia dalam
Pencegahan Internet Fraud
Salah satu tugas pokok Bank
Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah mengatur
dan mengawasi bank. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut Bank Indonesia
diberikan kewenangan sbb:
Menetapkan peraturan perbankan
termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip-prinsip
kehati-hatian.
Memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, memberikan izin pembukaan,
penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan
dan kepengurusan bank.
Melaksanakan pengawasan bank
secara langsung dan tidak langsung. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan. Pelaksanaan kewenangan tugas-tugas
tersebut di atas ditetapkan secara lebih rinci dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Terkait dengan tugas Bank
Indonesia mengatur dan mengawasi bank, salah satu upaya untuk meminimalisasi
internet fraud yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah melalui pendekatan
aspek regulasi. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan
serangkaian Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia yang harus
dipatuhi oleh dunia perbankan antara lain mengenai penerapan manajemen risiko
dalam penyelenggaraan kegiatan internet banking dan penerapan prinsip Know Your
Customer (KYC).
No comments:
Post a Comment